Madara kecil terlihat kesal karena Hashirma tak kunjung memberitahu
namanya. "Kutanya, kamu siapa!?" bentak anak itu. Hashirmapun menjawab,
"Namaku Hashirama. Tapi, aku tak bisa menyebutkan nama lengkapku."
Sejenak Madara sempat terdiam, bingung, tapi kemudian ia tak terlalu
mempedulikannya. Bocah itu kemudian kembali mengambil batu, dan memasang
aba-aba untuk melemparnya ke sungai. "Hashirama, kan, lihat, kali ini
aku pasti berhasil!"
Madara kecilpun melemparnya. Melihat gerakkan anak itu, Hashirama kecil
berpikir, "Caranya melempar itu batu, dia pasti pintar dalam melempar
shuriken."
Namun tetap saja, pada akhirnya lemparan Madara gagal menpai sisi lain dari sungai itu.
"Sial!!" teriak Madara kecil. Ia berbalik ke arah Hashirama dan kemudian
membentaknya, "Kau berdiri di belakangku sengaja untuk mengacaukan
konsentrasiku, kan!? Aku sangat sensitif, aku bahkan tak bisa kencing
jika ada yang berdiri di belakangku."
"Maaf ..." ucap Hashirama, ia berjongkok dan tampak benar-benar
menyesal. "Eeh? Kau tak perlu sedepresi itu. Ma-maaf ya, tadi itu aku
hanya membuat alasan." ucap Madara.
"Aku ... tidak tahu ... aku tak tahu kalau kau punya gejala aneh seperti
itu." ucap Hashirama. "Kau itu orang baik atau buruk, sih!!?" bentak
Madara. "Hahaha!" Hashirama bangun dan ekspresinya mendadak berubah
ceria, "Tapi kau tahu kan kalau aku lebih hebat darimu dalam melempar
batu?"
"Lain kali kau yang akan kulempar!!!" bentak Madara. "Maaf." lagi-lagi
Hashirama memasang wajah depresi. "Aku tak bermaksud untuk membuatmu
marah. Kalau kau memang mau melemparku, aku sudah siap, lakukan saja."
"Hei hei, apa kau sadar kalau kau itu mengganggu, hah?"
"Tapi ..." ucap Hashirama kecil, "Aku harap kau bisa melemparku sampai
sisi lain sungai." lanjutnya dengan nada mengejek. "Dasar mengganggu,
pergi sana!!!!" usir Madara. "Baiklah kalau begitu." ucap Hashirama.
"Ti-tidak, tunggu!!!" Madara kecil hanya bercanda. "Kau menyuruhku pergi
atau tetap di sini, sih? Bisa kau mengatakannya dengan lebih jelas?"
"Eh?" Mereka berdua tiba-tiba dikagetkan dengan sesosok mayat yang mengapung di sungai. Mayat seorang shinobi.
"Apa itu?" Tanya Madara, sementara Hashirama kecil langsung ke sungai
dan menghampirinya. Hashirama kecil mampu berjalan di atas air. Kemudian
Madara sadar, "Apa kamu ... seorang shinobi?"
"Sepertinya perang akan sampai kemari. Pulanglah." ucap Hashirama. Ia
melihat ke arah mayat itu, dan kemudian ke arah lambang ninjanya. "Ini
... lambang dari klan Hagoromo." pikir Hashirama. Saat itu, masih belum
ada desa. Hanya kumpulan dari klan-klan.
"Aku harus pergi. Sampai jumpa ..." Hashirama meloncat dan pergi ke sisi
lain sungai. Tapi sebelum itu, dari tempatnya Madara kecil
memperkenalkan diri. "Namaku Madara. Tidak memberitahukan nama lengkap
pada orang asing, itu salah satu aturan shinobi, kan?"
"Seperti dugaanku, ternyata kau shinobi juga." ucap Hashirama. Mereka
telah berada di sisi sungai yang berlainan. Mereka memiliki sifat yang
berbeda. Tapi waktu itu, Hashirma dapat merasakan kalau entah kenapa
mereka seolah dekat. Hashirama juga merasa kalau ia mampu mengerti
kenapa Madara datang ke sungai itu.
Hashirama pergi, dan kemudian sampai di suatu tempat pemakaman. Banyak
shinobi dari klan Senju mati saat itu, dan merekapun dikuburkan.
"Kawarama ..." ucap sedih Hashirama. Karena Kawarama, salah seorang
temannya juga tewas.
"Hiks." salah seorang teman Hashirama menangis. Tampak tiga orang anak,
Hashirama, adiknya, dan anak yang menangis itu. Mereka bersama dengan
seorang shinobi dewasa, semacam pembimbing mereka.
"Shinobi tak seharusnya merengek seperti itu." ucap shinobi itu. "Mereka
memang lahir untuk mati dalam pertempuran. Harusnya kalian bersyukur
mayatnya masih bisa dikubur secara utuh. Kali ini, musuh kita bukan
hanya klan Hagoromo, tapi juga klan Uchiha. Mereka benar-benar kejam!"
"Kawarama masih tujuh tahun!!" ucap Hashirama, sedikit membentak.
"Berapa lama perang ini akan terus berlanjut!!?" bentaknya lagi. Tapi
shinobi dewasa itu hanya menjawab, "Sampai semua musuh kita habis.
Perjalanan menuju dunia yang tanpa perang tidaklah mudah."
"Dan demi itu kau juga mengorbankan anak-anak?"
"!!!" lelaki itu tersinggung mendengar perkataan Hashirama, dan kemudian memukulnya.
"Aku tak akan membiarkanmu menghina Kawarama!! Dia adalah seorang
shinobi hebat yang mati dalam pertarungan, dia bukan anak-anak!!!"
bentak lelaki itu.
"Apa kau baik-baik saja, kak Hashirama?" tanya anak tadi. Kakak? Apa
jangan-jangan tiga anak tadi bersaudara semua? Apa saudara Hashirama
bukan hanya Tobirama? "Kau tahu kan, apa yang akan terjadi kalau berani
melawan ayah." ucap Tobirama.
"Itama ... Tobirama ... Aku tak mau kalian juga mati dalam rasa sakit."
pikir Hashirama. Kemudian, ia kembali membentak ayahnya, "Bagaimana bisa
kau mengatakan kalau Senju adalah klan yang penuh dengan cinta!?
Shinobi hebat apanya!? Bagiku itu hanya kelompok orang dewasa yang
membawa anak-anak menuju kematian mereka! kita juga melakukan hal yang
sama dengan klan Uchiha!!"
"Itu adalah respek bagi musuhmu." ucap lelaki tadi, yang ternyata ayah
Hashirma. "Meskipun seorang bayi, selama ia memiliki senjata, ia adalah
musuh. Dan merubah anak-anak menjadi shinobi yang hebat, itu berarti kau
mencintainya."
"Apa kita harus mati untuk menjadi shinobi yang hebat!!?" bentak
Hashirama lagi, ia benar-benar masih belum puas. "Yang bisa dilakukan
hanya membunuh atau dibunuh, bahkan tanpa tahu bagaimana mulainya. Kau
bahkan tak boleh mengatakan nama lengkapmu karena itu berbahaya, Dunia
Shinobi ini benar-benar keliru!!!"
"!!!!" Ayahnya kembali marah, "Orang-orang sepertimulah yang disebut
anak-anak!!!" ia kembali bersiap untuk memukul anaknya. Namun, Tobirama
menghalanginya. "Ayah, hari ini kakak hanya sedang depresi. Tolong
maafkan dia." ucapnya.
Akhirnya, ayah mereka membatalkan niatnya.
Setelahnya, mereka bertiga, tiga anak itu pergi ke suatu tempat dan
berbincang-bincang. "Orang dewasa memang bodoh." ucap Tobirama. "Kalau
mereka ingin berhenti bertarung, harusnya mereka membuat suatu
kesepakatan dengan musuh."
"Tapi, bagaimana dengan keluarga kita yang sudah dibunuh? Bagaimana
dengan perasaan rekan-rekanmu?" ucap Itama. "Pemikiran seperti itulah
yang akan membuatmu mati juga." ucap Tobirama. "Kau dan orang-orang
dewasa terlalu marah karena hal itu. Mulai dari sekarang, Shinobi
harusnya merefresh perasaan mereka. Menciptakan peraturan, serta
menghindari pertarungan yang tidak perlu."
"Hah, aku penasaran apakah hal seperti itu mungkin terjadi." ucap
Hashirama. "Untuk membuat kesepakatan yang nyata, sebuah aliansi ..."
"Kesepakatan yang nyata?"
Pada masa perang, rata-rata harapan hidup seorang shinobi dan masyarakat
biasa adalah sekitar tiga puluh tahun. Yang membuatnya rendah adalah,
banyaknya anak kecil yang mati ...
"Itama!!!!" teriak khawatir orang-orang senju. Mereka terlambat. Saat
tiba, anak kecil bernama Itama itu sudah tewas terbunuh oleh genjutsu
klan Uchiha.
Hari-hari berlalu, Hashirama kecil duduk menyendiri di pinggir sungai.
"Hei, sudah lama ya." ucap Madara yang tiba-tiba saja menghampirinya. Ia
kemudian bertanya, "Hashirama, kenapa kali ini kau tampak begitu
depresi? Apa sesuatu telah terjadi?"
"Aku ... aku, tak ada apa-apa." ucap Hashirma. Tapi, Madara tahu kalau
ia berbohong. "Kau berbohong, ayolah, kau bisa menceritakannya padaku."
ucapnya. "Bukan apa-apa ..." ucap Hashirama lagi.
"Tak apa, katakan saja."
"Tidak, sungguh, bukan apa-apa."
"Kau terlalu berlebihan, aku akan mendengarnya."
"Tapi sungguh, tak ada apa-apa. Tak ada ... apa-apa, hiks ..." Hashirama menangis.
"Pasti ada apa-apa kan!? Katakan!!" bentak Madara.
"Itu ... adikku mati." ucap Hashirama. Ternyata memang benar, anak tadi
memang saudaranya. Tapi sayang, ia telah meninggal. Madara terdiam,
sementara Hashirama melanjutkan ceritanya. "Alasan kenapa aku datang
kemari adalah karena itu. Dengan melihat ke arah sungai, aku merasa
seolah perasaan sedih ini terbawa oleh sungai. Namamu Madara, kan?
Kupikir kau juga seperti itu."
Madara kecil masih terdiam.
"Apa kau ... punya saudara?" tanya Hashirma. Kemudian Madara mengambil
sebuah batu, dan mulai bercerita. "Aku punya empat saudara laki-laki.
Yah, aku 'memiliki' mereka."
"Hm?"
"Kita adalah shinobi. Kita mungkin mati kapan saja. Satu-satunya cara
untuk tidak mati adalah dengan menujukkan apa yang sebenarnya kau
pikirkan pada musuhmu, tanpa menyembunyikan apapun, dan berteman dengan
mereka. Tapi, sepertinya itu mustahil. Karena ... tak mungkin untuk
melihat apa yang sebenarnya orang pikirkan, dan bagaimana perasaan
terdalam mereka."
Madara kecil melempar batu yang dipegangnya.
"Apakah memang mustahil ... Untuk saling menunjukkan pemikiran asli kita?"
"Aku tak tahu." ucap Madara, "Tapi aku selalu datang kemari dengan
harapan, kalau itu bukanlah hal yang mustahil." lemparan Madara akhirnya
sampai di sisi lain sungai. "Saat ini, kurasa ada satu. Setidaknya
bukan hanya kau, tapi aku juga sudah bisa mencapai sisi yang lainnya."
Harapan Madara telah sampai di sisi yang lain. Dua anak dari klan yang
bermusuhan, mereka berdua akan menjadi sosok penting dalam sejarah
terciptanya dunia shinobi di masa depan.