Film ke-4 Joko Anwar ini diawali dengan kicau burung di pagi hari, dan
keindahan alam. Belalang, laba-laba dengan jejaringnya yang berkilau
bermandikan cahaya mentari, dan kadal nan eksotis....tiba-tiba, dhuar!
Musik mengeras diiringi dengan munculnya tangan mengapai-gapai dari
dalam tanah.
Sesosok pria mencoba keluar dengan paniknya dari
dalam liang itu. Ia kebingungan, tak tahu apa yang terjadi dan mengapa
dirinya terkubur hidup-hidup. Ia pun merogoh-rogoh kantongnya, mencari
informasi, sekecil apapun. Didapatinya sebuah telepon genggam, tapi ah,
sial tak ada nomor kontak siapapun. Dan, segera nalurinya berupaya
menelepon operator telepon, minta bantuan.
Saat ditanya, "Nama
Anda siapa, Pak?", dia pun ternganga. Pria itu lupa ingatan, dan itu
adalah kengerian pertama: seorang diri di hutan, tanpa tahu siapa
dirinya—kecuali foto keluarga dan kartu identitas yang sepertinya tak
menolong apapun.
Kengerian kedua menyusul, sebuah video yang
menyuguhkan kehangatan keluarga di sebuah rumah. Dengan gambar yang
putus-putus tampak di video itu seorang asing memasuki rumah, dan
membuat di situ. Kengerian ketiga: ternyata ada seseorang yang tengah
mengejarnya, memburunya seperti tikus, di tengah gulita malam itu.
Horor mencekam justru tidak dengan sebuah penampakan atau perwujudan
suatu monster (apapun definisinya), tapi justru karena
ketidaknampakannya. Di sini, efek suara —tapak kaki berjalan, angin
malam, derit pintu-- menjadi sebuah hal yang menegangkan, karena
imajinasi bekerja liar mengingat sang tokoh (dan penonton) tak bisa
melihat apa pun.
Jika Anda berpikir bahwa "tanda tangan" Joko
Anwar adalah adegan berlari-lari, maka mungkin inilah puncaknya, di
samping aktivitas berat fisik lainnya. Pemeran utama film yang semua
dialognya berbahasa Inggris ini adalah Rio Dewanto yang menjadi tokoh
utama John Evans. Tapi ada "pemeran" utama lainnya: hutan tempat
berlangsungnya aksi itu dan camera work.
Belantara itu
menghadirkan dan membangkitkan suasana menegangkan yang begitu mendukung
tujuan utama film ini: membuat penontonnya turut tegang dan ikut
merasakan apa yang dialami sang karakter utama. Sedangkan kamera yang
selalu bergerak-gerak hand-held membuat penonton tidak hanya
merasa peduli dengan keselamatan tokoh utama dan nasibnya di ujung
cerita, tetapi juga merasa berada di tempat yang sama dengan John.
Bahkan mungkin merasa jadi John itu sendiri.
Menghadapi film
ini, penonton bukan lagi tuhan yang serba tahu apa yang terjadi,
melainkan tahu sebatas apa yang diketahui karakter utamanya. Dan di
situlah daya cekam dan cengkram film ini.
Tak seperti 'Kala' dan
'Pintu Terlarang' yang barangkali dianggap terlalu berat atau
intelektual oleh penonton awam, film berdurasi 87 menit ini lebih
sederhana dan mudah dicerna, tanpa mengurangi daya kejut (twist) di beberapa tempat.
Maka, seperti kata Joko Anwar sendiri, semakin sedikit Anda mengetahui
tentang film ini, semakin bagus. Alami sendiri atmosfirnya. Jadi,
lupakan tulisan ini, lupakan resensi yang lain. Kosongkan pikiran Anda,
dan siapkan diri untuk kejutan-kejutan. Dan, sepertinya, seperti yang
saya alami, tidak cukup menonton sekali untuk memindai petunjuk-petunjuk
"apa dan mengapa" yang kabarnya bertebaran dari awal film.
by:Ekky Imanjaya - detikhot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hehe tinggal kan komen ea, rajin2 mengomen biar para admin seneng
dan bersemangat untuk memberi info2 anime dan cheats game